Total Tayangan Halaman

Rabu, 29 Januari 2014

SEKILAS TENTANG CSR

Definisi sosial Responsibility adalah: Tanggung jawab organisasi terhadap dampak yang diakibatkan oleh kebijakan, dan kegiatannya (proses, produk/jasa) terhadap masyarakat & lingkungan melalui perilaku yang transparan dan beretika; yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan & kesejahteraan masyarakat; dengan mempertimbangkan ekspektasi semua stakeholder; taat terhadap hukum yang berlaku, konsisten dengan norma internasional; dan terintegrasi kedalam proses organisasi.

ISO 26000 terdiri dari tujuh subyek utama: Governance pada organisasi, HAM, praktek perburuhan, lingkungan hidup, kegiatan operasi yang fair, isu konsumen, dan pelibatan/pemberdayaan komunitas. Perusahaan yang telah melaksanakan GCG, memiliki modal dasar pada keberhasilan melaksanakan keenam subyek lainnya
Pada tataran implementasi CSR harus dilaksanakan pada semua tingkatan kegiatan bisnis secara terintegrasi. Penilaian aspek tanggung jawab sosial pada setiap tahapan proses bisnisnya merujuk pada ketujuh subyek di atas dan memprioritaskan ketaatan terhadap peraturan perundangan.
Dalam pengadopsian ISO 26000, perusahaan perlu merancang strategi dan program CSR yang menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, juga dapat mengatasi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.

Perusahaan yang menerapkan ISO 26000 perlu mempertimbangkan saling keterkaitan dari semua program CSR, melalui penerapan prinsip-prinsip GCG dan tiga dimensi penciptaan nilai yaitu Profit, People, Planet;
Program CSR harus terintegrasi dengan keseluruhan aspek operasional perusahaan, yang berarti strategi CSR menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan;
Berdasarkan Panduan ISO 26000, jika perusahaan akan melakukan penilaian terhadap aspek tanggung jawab sosial pada setiap tahapan proses bisnisnya, maka penilaian dimaksud harus merujuk pada ketujuh subyek bahasan tadi dan tentu saja harus memprioritaskan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Lebih jauh, perusahaan hendaknya dapat merancang strategi dan program CSR yang tidak hanya sekedar ketaatan terhadap peraturan dan perundangan, yang menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, juga dapat mengatasi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.
ISO 26000 berlaku untuk semua bentuk organisasi, bukan mandatory dan bukan sertifikasi, ISO 26000 menjadi rujukan bukan saja bagi dunia usaha tetapi juga bagi LSM, penyelenggara Negara untuk mewujudkan masyarakat madani. Secara prinsip, melaksanakan tanggung jawab sosial berarti mengeleminir dampak negatif yang disebabkan oleh kegiatan operasional dan berperilaku beretika serta mematuhi norma-norma hukun dan etika dalam bertindak. Merujuk pada panduan ISO 26000, setelah yang terkait ketujuh subyek dimaksud, maka menjadi strategis untuk merancang strategi dan program CSR berbasis pelibatan stakeholder untuk pembanguan berkelanjutan (beyond the rules and regulation).
Dalam penerapannya, bagan ISO 26000 di atas juga memberikan arahan tahapan penerapan tanggung jawab sosial pada setiap entitas organisasi (atau perusahaan).
Dari bagan di atas penerapan tanggung jawab sossial dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
  1. Memahami konsep tanggung jawab sosial, pengertian dan ruang lingkup. tujuan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai entitas bisnis 
  2. Memahami latar belakang dan sejarah tanggung jawab sosial sehingga perusahaan bisa dapat melihat kaitan antara tanggung jawab sosial dengan pengembangan bisnis dan pembangunan berkelanjutan 
  3. Berikutnya memahami prinsip-peinsip tanggung jawab sosial, dalam implementasinya perusahaan perlu memastikan telah menjalankan Corporate Governance, GCG adalah rambu-rambu berbentuk sistem, struktur, peraturan, dan prosedur yang dibangun perusahaan untuk memastikan bahwa prinsip TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness) dilaksanakan secara bertahap, bermigrasi menjadi perilaku dan kultur perusahaan. 
Rambu-rambu ini akan mengarahkan dan mengendalikan operasional perusahaan melalui organnya (RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris) untuk meningkatkan nilai tambah dengan juga memperhatikan kepentingan semua stakeholder terkait, sesuai norma dan peraturan perundangan yang berlaku.
Perusahaan yang menerapkan GCG dan CSR akan meningkatkan kepercayaan (trust) dari stakeholder. Penerapan CSR secara utuh merupakan penuntasan penerapan GCG (dari prinsip menjadi kultur) dan menjadi wujud nyata perilaku bisnis perusahaan yang beretika. Bagii perusahaan , penerapan CSR bertujuan untuk membawa perusahaan menuju peran dan perilaku Good Corporate Citizen
Penerapan GCG yang efektif hendaknya terdiri dari 3 tahap,
  • pertama adalah tahap membangun komitmen, dimana proses menyiapkan pedoman dan sosialisasi termasuk cascading menjadi sangat penting;
  • kedua adalah membangun sistem, struktur, dan prosedur yang akan menjamin kelangsungan kegiatan operasional yang baik, antara lain melalui kontrol internal, pengendalian resiko, penerapan WBS, sistem audit dan sebagainya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan ukuran perusahaan; 
  • ketiga sebagai perwujudan perilaku perusahaan yang beretika terhadap semua stakeholder terkait, perusahaan hendaknya membangun strategi dan program CSR yang menuntaskan penanganan dampak negatif dan berkontibusi pada penanggulangan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang relevan dengan peningkatan efisiensi serta produktivitas proses bisnis. 
Tahap berikutnya, setelah perusahaan menerapkan GCG adalah mengenali dengan akurat tanggung jawab sosial perusahaan, seperti dinyatakan dalam defenisi sosial Responsibility dalam ISO2600, “Tanggung jawab organisasi terhadap dampak yang diakibatkan oleh kebijakan, dan kegiatannya (proses, produk/jasa) terhadap masyarakat & lingkungan melalui perilaku yang transparan dan beretika; yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan”.
Bentuk keputusan perusahaan adalah pilihan-pilihan strategi pemasaran, investasi, teknologi dan proses produksi, saluran serta konten promosi, pengelolaan karyawan dan asset. Pilihan keputusan adalah hak pengelolala perusahaan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pemegang saham. Perusahaan dapat mengenali dampak keputusan tersebut dari peta interaksi rantai aktifitas (rantai nilai) perusahaan dengan stakeholder dan lingkungan. Peta tersebut juga akan memberikan informasi pada perusahaan siapa pihak yang berkepentingan atau terpengaruh oleh kehadiran perusahaan (Identifikasi stakeholder). Setelah memastikan bahwa perusahaan memiliki tata kelola yang baik, maka pengembangan inisiatif CSR dimulai dari upaya menciptakan manfaat bersama dari interaksi aktifitas rantai nilai dengan stakeholder dan lingkungannya merujuk pada akspekstasi stakeholders.
Berbagai interaksi tersebut harus dilihat secara kontekstual menurut subject inti dari CSR yakni Governance pada organisasi, HAM, praktek perburuhan, lingkungan hidup, kegiatan operasi yang fair, isu konsumen, dan pelibatan/ pemberdayaan komunitas. Dengan pendekatan tersebut maka ketujuh subject inti lingkup inisiatif CSR perusahaan akan unik, karena setiap perusahaan akan menginisiasi dari posisi yang berbeda-beda bergantung pada aktifitas dan interkasinya dengan stakeholder dan lingkungan serta mempertimbangakn ekspektasi stake-holder yang juga berbeda-beda.
Ketujuh subject inti ISO26000, secara umum terkait dengan seluruh stakeholder yang berinteraksi dengan perusahaan. Perusahaan tentu harus memilih core subject yang menjadi perioritas berdasarkan keunikan aktifitasnya, bahkan perusahaan pada sector industry yang sama biasanya memiliki aktifitas atau rantai nilai yang berbeda, stakeholder dan stakeholder perioritas berbeda sehingga memiliki inisiatif CSR yang berbeda pula.


Bagian penting berikutnya dalam pengadopsian ISO26000 SR adalah mengintegrasikan tanggang jawab sosial pada organisasi perusahaan (untuk corporate) atau organisasi kerja. Pengintegrasian yang utuh dan tuntas dimulai daripenyesuaian visi dan misi perusahaan yang lebih beroritasi pada pengembangan perusahaan jangkan panjang dan komitmen pada pembangunan berkelanjutan.
Visi, Misi dan Value adalah rujukan perusahaan untuk menentukan prioritas bisnis, juga rujukan untuk pengukuran keberhasilan perusahaan. Visi dan Misi menjadi dasar komunikasi bagi seluruh jajaran perusahaan untuk mengarah pada sasaran dan tujuan yang sama, dengan komitmen yang juga sama kuatnya. Value (Tata Nilai) adalah pedoman pembentuk hubungan sesama karyawan, hubungan antara perusahaan dan pelanggannya, pemasok, maupun masyarakat.
Komponen yang menjadi landasan penyusunan strategi CSR, selain strategi bisnis, adalah Visi, Misi, dan Values peru-sahaan yang mengacu pada 3P (Profit, People & Planet).
Konsep Triple Bottom Line (TBL) dikenal juga dengan istilah 3P, yang berarti singkatan dari Profit, People, dan Planet. Konsep ini : 
  • Pertama, menyiratkan tanggung jawab kepada perusahaan, dimana pengurus (Direksi dan Komisaris) perusahaan mendapatkan amanah dari pemegang saham untuk menciptakan, mengumpulkan, dan menumbuhkan profit secara berkesinambungan. 
  • Kedua, konsep TBL menyiratkan tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholder, bahwa keberadaan perusahaan selalu mengupayakan dampak positif, dengan kata lain tidak menyebabkan dampak negatif kepada stakeholder khususnya masyarakat dimana perusahaan berada. 
  • Ketiga, konsep 3P juga menyiratkan tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan atau tidak melakukan pencemaran lingkungan, juga mempertimbangkan penggunaan sumber daya alam yang efisien dengan memelihara daya dukung alam untuk mendukung kehidupan generasi mendatang. 
Beberapa contoh visi dan misi perusahaan yang sejalan dengan triple bottom line dapat dilihat sebagai beriktu:
Menjadi perusahaan energi berbasis batubara terkemuka di Indonesia dengan pertumbuhan berkesinambungan yang dicapai melalui profesionalisme, peduli terhadap karyawan dan lingkungan. 

Perusahaan bertekad menjadi perusahaan yang terkemuka, tangguh dan menciptakan nilai untuk shareholder dan stakeholder dengan fokus dibidang eksplorasi dan produksi, minyak bumi & gas.

Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia, melalui pemberian nilai tambah kepada seluruh pemangku kepentingan.
Beberapa potongan kalimat atau kata yang merepresentasikan konsep 3P: "...dengan pertumbuhan berkesinambungan"; "...dengan beretika/bermartabat"; "...peduli terhadap kepentingan stakeholder." Selanjutnya, Visi, misi dan value yang telah sejalan dengan triple bottom line tersebut harus diterjemahkan dalam strategi bisnis perusahaan yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. 


CSR saat ini telah isu bisnis yang mulai digunakan banyak pihak dalam menilai performance perusahaan, bahkan bagi sebagian investor menjadi pertimbangan dalam membeli saham. Akan jauh lebih bijak jika perusahaan mengadopsi CSR melebihi konteks respon terhadap tekanan dari eksternal, CSR harus digunakan sebagai paradigma baru dalam menyusun strategi pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.

Inisiatif CSR perusahaan seharusnya memiliki tujuan yang melebihi upaya memperoleh kepercayaan dan dukungan para stakeholder baik internal maupun eksternal. Inisiatif CSR merupakan bagian dari operasional perusahaan, visi dan misi CSR sama dengan visi dan misis perusahaan yang telah berlandaskan triple bottom line.
Dalam penerapannya, terdapat dua jalan dalam mengembangkan strategi CSR, yakni: 

  1. Selain mereduksi dampak lingkungan dengan pendekatan teknologi, perusahaan mengintegrasikan upaya mereduksi dampak sosial, ekonomi dan lingkungan dengan penciptaan manfaat bersama (shared value) melalui program CSR
  2. Mengidentifikasi masalah sosial yang tepat, menggunakan kompetensi inti perusahaan dalam berkontribusi untuk mereduksi masalah sosial ekonomi dan lingkungan.
Pendekatan ini membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan inovasi, mencapai posisi bersaing yang unik, pengembangan produk dan layanan baru, melayani segmen pasar baru atau mendapatkan resources yang lebih baik, sekaligus memberikan manfaat bagi stakeholder (termasuk perbaikan kondisi sosial dan lingkungan). Dengan demikian, inisiatif CSR perusahaan adalah (1) meningkatkan efisiensi proses bisnis, (2) memberikan solusi terhadap masalah sosial dan atau lingkungan, dan (3) membantu kebijakan Pemerintah dalam upaya memperbaiki kondisi lingkungan bisnis yang lebih kondunsif.

Social return On Investement pada CSR Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

https://corebest.com

ACUAN DAN PRINSIP-PRINSIP

Prinsip–prinsip yang perlu dipegang dalam membangun hubungan dengan stakeholder dan khususnya denga komunitas terkait inisiatif CID tentunya sejalan dengan standar Good corporate Governance, standar ISO26000 dan Standar AAA 1000 SE , berikut prinsip prinsip CSR yang diadopsikan pada manajemen stakeholder.

Acuan pengelolaan stakeholder dan komunitas

Corporate Governance (GCG)

*) Mas Ahmad Daniri , Ketua KNKG
Pengelolaan stakeholder sangat terkait dengan upaya membangun hubungan yang harmonis dan saling mendukung untuk menciptakan situasi yang memungiknkan semua pihak berkembang dengan baik, dengan demikian pengelolaan stakeholder tidak terlepas dari prinsip-prinsip tanggung jawab sosial, dalam implementasinya perusahaan perlu memastikan telah menjalankan Corporate Governance (GCG) adalah rambu-rambu berbentuk sistem, struktur, peraturan, dan prosedur yang dibangun perusahaan untuk memastikan bahwa prinsip TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, Fairness) dilaksanakan secara bertahap, bermigrasi menjadi perilaku dan kultur perusahaan.

Rambu-rambu ini akan mengarahkan dan mengendalikan operasional perusahaan melalui organnya (RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris) untuk meningkatkan nilai tambah dengan juga memperhatikan kepentingan semua stakeholder terkait, sesuai norma dan peraturan perundangan yang berlaku.

Perusahaan yang menerapkan GCG dan CSR akan meningkatkan kepercayaan (trust) dari stakeholder. Penerapan CSR secara utuh merupakan penuntasan penerapan GCG (dari prinsip menjadi kultur) dan menjadi wujud nyata perilaku bisnis perusahaan yang beretika. Bagii perusahaan , penerapan CSR bertujuan untuk membawa perusahaan menuju peran dan perilaku Good Corporate Citizen

Penerapan GCG yang efektif hendaknya terdiri dari 3 tahap,
·         pertama adalah tahap membangun komitmen, dimana proses menyiapkan pedoman dan sosialisasi termasuk cascading menjadi sangat penting;
·         kedua adalah membangun sistem, struktur, dan prosedur yang akan menjamin kelangsungan kegiatan operasional yang baik, antara lain melalui kontrol internal, pengendalian resiko, penerapan WBS, sistem audit dan sebagainya yang disesuaikan dengan kebutuhan dan ukuran perusahaan;
·         ketiga sebagai perwujudan perilaku perusahaan yang beretika terhadap semua stakeholder terkait, perusahaan hendaknya membangun strategi dan program CSR yang menuntaskan penanganan dampak negatif dan berkontibusi pada penanggulangan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan yang relevan dengan peningkatan efisiensi serta produktivitas proses bisnis[1].

CSR dan standard ISO 26000 SR

Definisi Social Responsibility adalah: Tanggung jawab organisasi terhadap dampak yang diakibatkan oleh kebijakan, dan kegiatannya (proses, produk/jasa) terhadap masyarakat & lingkungan melalui perilaku yang transparan dan beretika; yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan & kesejahteraan masyarakat; dengan mempertimbangkan ekspektasi semua stakeholder; taat terhadap hukum yang berlaku, konsisten dengan norma internasional; dan terintegrasi kedalam proses organisasi.
ISO 26000 terdiri dari tujuh subyek utama: Governance pada organisasi, HAM, praktek perburuhan, lingkungan hidup, kegiatan operasi yang fair, isu konsumen, dan pelibatan/pemberdayaan komunitas. Perusahaan yang telah melaksanakan GCG, memiliki modal dasar pada keberhasilan melaksanakan keenam subyek lainnya

Pada tataran implementasi CSR harus dilaksanakan pada semua tingkatan kegiatan bisnis secara terintegrasi. Penilaian aspek tanggung jawab sosial pada setiap tahapan proses bisnisnya merujuk pada ketujuh subyek di atas dan memprioritaskan ketaatan terhadap peraturan perundangan.

Dalam pengadopsian ISO 26000, perusahaan perlu merancang strategi dan program CSR yang menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, juga dapat mengatasi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.
Perusahaan yang menerapkan ISO 26000 perlu mempertimbangkan saling keterkaitan dari semua program CSR, melalui penerapan prinsip-prinsip GCG dan tiga dimensi penciptaan nilai yaitu Profit, People, Planet;
Program CSR harus terintegrasi dengan keseluruhan aspek operasional perusahaan, yang berarti strategi CSR menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan;

Berdasarkan Panduan ISO 26000, jika perusahaan akan melakukan penilaian terhadap aspek tanggung jawab sosial pada setiap tahapan proses bisnisnya, maka penilaian dimaksud harus merujuk pada ketujuh subyek bahasan tadi dan tentu saja harus memprioritaskan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Lebih jauh, perusahaan hendaknya dapat merancang strategi dan program CSR yang tidak hanya sekedar ketaatan terhadap peraturan dan perundangan, yang menjadi bagian dari strategi bisnis perusahaan, juga dapat mengatasi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.

ISO 26000 berlaku untuk semua bentuk organisasi, bukan mandatory dan bukan sertifikasi, ISO 26000 menjadi rujukan bukan saja bagi dunia usaha tetapi juga bagi LSM, penyelenggara Negara untuk mewujudkan masyarakat madani. Secara prinsip, melaksanakan tanggung jawab sosial berarti mengeleminir dampak negatif yang disebabkan oleh kegiatan operasional dan berperilaku beretika serta mematuhi norma-norma hukun dan etika dalam bertindak. Merujuk pada panduan ISO 26000, setelah yang terkait ketujuh subyek dimaksud, maka menjadi strategis untuk merancang strategi dan program CSR berbasis pelibatan stakeholder untuk pembanguan berkelanjutan (beyond the rules and regulation). Dalam penerapannya, bagan ISO 26000 di atas juga memberikan arahan tahapan penerapan tanggung jawab sosial pada setiap entitas organisasi (atau perusahaan).


Dari bagan di atas penerapan tanggung jawab sossial dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1.    Memahami konsep tanggung jawab sosial, pengertian dan ruang lingkup. tujuan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai entitas bisnis
2.    Memahami latar belakang dan sejarah tanggung jawab sosial sehingga perusahaan bisa dapat melihat kaitan antara tanggung jawab sosial dengan pengembangan bisnis dan pembangunan berkelanjutan

Prinsip prinsip

Akuntabilitas

Dalam konteks CSR-CID dan pengelolaan stakeholder, prinsip akuntabilitas menyatakan bahwa suatu perusahaan harus akuntabel terhadap dampak yang terjadi akibat operasional perusahaan pada masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi, yakni menerima kewajiban moral yang harus disikapi secara akuntabel terhadap dampak operasional pada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Inilah ruang lingkup utama tanggung jawab sosial dan perusahaan, untuk itu  perusahaan mengantisipasi ruang lingkup tersebut.
Akuntabilitas juga mengacu pada suatu keadaan yang dapat direspon kepada pihak lain. Ia menekankan suatu kewajiban pada manajemen untuk menjadi lebih responsive terhadap kepentingan pengawasan perusahaan dan terhadap otoritas legal terkait hukum yang berlaku. Akuntabilits menekankan bahwa perusahaan menjadi responsive terhadap hal hal yang terpengaruh oleh keputusan dan tindakannya sejalan terhadap masyarakat pada umumnya dalam keseluruhan dampak pada masyarakat akibat keputusan dan tindakannya. Penerimaan akan suatu kewajiban untuk menjadi akuntabel akan membawa dampak positif baik bagi perusahaan dan pada masyarakat. Tingkat akuntabilitas harus terus berhubungan dengan jumlah atau luas otoritas yang ada. Perusahaan perusahaan dengan tingkat akuntabilitas yang pasti cenderung memberi perhatian lebih terhadap kualitas keputusan dan cara pandangnya. Akuntabilitas juga menekankan penerimaan tanggung jawab dimana praktek praktek penyimpangan telah terjadi, membuat ukuran ukuran yang sesuai terhadadap praktek penyimpangan guna mereduksi dan mengambil tindakan agar mencegah terjadinya kembali.
Suatu perusahaan harus berperan untuk :
·         Terciptanya hasil dari keputusan dan kegiatan perusahaan, termasuk didalamnya konsekuensi signifikan bahkan jika ia tidak dimaksudkan terjadi dan
·         Dampak signifikan pada keputusan dan tindakan perusahaan pada stakeholder.

Transparansi

Prinsip prinsip transparansi menyatakan bahwa perusahaan harus bersikap transparan dalam setiap keputusan dan kegiatannya yang berdampak pada banyak hal lain.
Suatu perusahaan harus bersikap terbuka secara jelas, berimbang dan saling percaya dan memiliki dasar serta tingkat yang sesuai, kebijakan, keputusan, dan kegiatan dimana memperlihatkan tanggung jawab meliputi respon terhadap dampak potensial dan nyata pada masyarakat dan lingkungannya. Informasi ini harus tersedia dan dapat diakses oleh mereka yang telah atau akan terpengaruh dengan cara cara signifikan yang dimiliki perusahaan. ia harus sesuai dengan waktu, factual, dan dapat dipresentasikan secara jelas dan objektif sehingga memudahkan stakeholder untuk memberikan penilaian terhadap dampak keputusan dan tindakan perusahaan melihat kepentingan tertentu mereka.

Transparansi tidak memerlukan signifikannya informasi kepemilikan yang harus dibuat menjadi terbuka bagi public atau memberikan informasi yang secara hukum diproteksi atau yang sebaliknya dapat menimbulkan pelanggaran bagi kewajiban hukum.

Perusahaan harus bersikap transparent berhubungan dengan hal hal :
·         Tindakan dimana keputusan dibuat, dilaksanakan, dan dinilai ulang, termasuk definisi peran, tanggung jawab, akuntabilitas, dan semua otoritas di atas fungsi fungsi yang berbeda dalam perusahaan.
·         Standar standard dan criteria yang berlawanan dengan evaluasi perusahaan akan kinerjanya
·         Maksud, sifat akan kegiatan perusahaan dan dimana kegiatan tersebut dilaksanakan
·         Dampak yang dapat dikenali atau sejenisnya dari keputusan dan kegiatan perusahaan terhadap hal hal lainnya
·         Dan siapa stakeholdernya

Perilaku etis

Prinsip perilaku etis menyatakan bahwa suatu perusahaan harus berperilaku etis setiap saat. Perilaku dari perusahaan harus mencerminkan prinsip prinsip tugas berbasis nilai etis yang sudah berlaku. Suatu perilaku perusahaan harus berdasarkan prinsip prinsip atau aturan yang berhubungan dengan integritas, kejujuran, kesetaraan, kebersamaan, dan integritas. Dari kajian etika ini mengalir suatu perhatian bagi yang lainnya dan lingkungan serta komitmen terhadap kepentingan stakeholder.
Perusahaan harus dapat mengadopsi dan menerapkan standar standar perilaku etis yang sesuai dengan maksud dan kegiatan perusahaan. perusahaan juga diharapkan dapat mengembangkan struktur tata kelola yang membantu perusahaan mengangkat pelaksanaan perilaku etis didalamnya dan interaksinya dengan pihak lain.

Perusahaan harus secara aktif mengangkat tindakan berperilaku etis dengan cara:
·         Mendorong dan mengangkat pengamatan terhadap standar standar perilaku etis
·         Mendefinisikan dan mengkomunikasikan standar standar perilaku etis yang diperlukan bagi staf dan bagi mereka yang memiliki peluang untuk mempengaruhi nilai, budaya, integritas, strategi dan operasional perusahaan
·         Meminimalisir konflik kepentingan dalam perusahaan
·         Membentuk mekanisme dan pengawasan untuk mengawasi dan menggerakkan perilaku etis
·         Membentuk suatu mekanisme untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran standar etis tanpa rasa tertekan
·         Mengenali dan menyikapi situasi dimana hukum atau aturan local tidak terdapat didalamnya atau terjadi konflik terhadap praktek perilaku etis.

Menghargai ekspektasi stakeholders

Prinsip menghargai ekspektasi stakeholder menyatakan bahwa suatu perusahaan harus menghormati dan mempertimbangkan kepentingan stakeholdernya. Walaupun tujuan perusahaan mungkin dibatasi kepentingan para pemiliknya, para anggota atau konstituen, individu lain atau kelompok lainnya juga memiliki hak atau kepentingan khusus yang harus disikapi. Para individu atau kelompok yang memiliki satu atau lebih dari kepentingan pada setiap kegiatan atau keputusannya dapat dianggap sebagai stakeholder perusahaan
Perusahaan harus dapat mengembangkan kesadaran akan individu individu atau kelompok yang memiliki tingkat kepentingan dalam keputusan dan kegiatan yang dibentuknya. Biasanya kepentingan kepentingan yang dimiliki stakeholder mudah untuk dimengerti. Bervariasinya kepentingan pemilik saham dalam perusahaan, partner bisnis dan penyedia barang dan jasa dalam suatu entitas bisnis atau orang orang yang berkerja dalam perusahaan manapun, tidak sulit untuk dimengerti. Tidak semua kepentingan akan muncul dalam satu saat. Lebih jauh lagi para stakeholder dapat memiliki banyak kepentingan dan bahkan kepentingan yang berpotensi menimbulkan konflik dalam perusahaan.

Perusahaan harus :
·         Mengidentifikasi stakeholdernya berdasarkan siapa saja yang mungkin mendapatkan dampat dari keputusan dan kegiatan perusahaan
·         Sadar dan menghormati kepentingan dan kebutuhan stakeholder perusahaan dan merespon perhatiannya
·         Berperan dalam kapasitas relative yang dimiliki stakeholder untuk saling berhubungan dalam perusahaan
·         Berperan dalam hubungan kepentingan stakeholder terhadap kepentingan yang lebih luas dalam masyarakat dan kepentingan akan pembangunan yang berkelanjutan sejalan dengan hubungan stakeholder dalam perusahaan dan mempertimbangkan pandangan pandangan stakeholder yang mungkin dipengaruhi suatu keputusan bahkan jika mereka tidak memiliki aturan formal dalam tata kelola perusahaan atau tidak menyadari kepentingan mereka dalam proses pengambilan keputusan dan kegiatan kegiatan perusahaan.

Aturan Hukum

Aturan prinsip hukum menyatakan bahwa perusahaan harus menghormati aturan hukum. Aturan hukum mengacu pada supremasi hukum, yang secara khusus menyatakan bahwa tidak ada satu individu pun berdiri diatas hukum dan pemerintah juga harus taat terhadap hukum. Aturan hukum terlihat kontras dengan tindakan arbitrase kekuasaaan. Secara implicit dalam aturan hukum adalah bahwa hukum harus tertulis, dipublikasikan secara terbuka, dan ditegakkan secara adil berdasarkan prosedur yang berlaku. Dalam konteks tanggung jawab sosial, ketaatan pada aturan hukum berarti perusahaan harus tunduk pada aturan hukum yang berlaku. Ini juga menekankan bahwa perusahaan harus mengambil langkah langkah untuk menumbuhkan kesadaran akan hukum dan peraturan yang berlaku, memberikan keterangan mengenainya dalam perusahaan untuk menelusuri aturan hukum dan peraturan tersebut, dan melihat apakah keduanya telah ditelusuri. Ini juga berarti memastikan perusahaan untuk melakukan setiap tindakannya diambil dalam bingkai hukum yang relevan dan sengaja dimaksudkan untuk perusahaan.
Perusahaan harus :
·         Menaati persyaratan legal dalam semua hal juridis dimana perusahaan beroperasi
·         Memastikan bahwa semua kegiatan yang memiliki penataan dalam bingkai hukum yang relevan, secara sengaja dirancang mematuhi hukum
·         Menaati peraturan hukum yang dibuatnya sendiri, kebijakan, aturan dan prosedur dan menerapkannya secara adil dan keseluruhannya.
·         Mengenali hak hak legal dan melegitimasi kepentingan stakeholdernya
·         terus mengetahui kewajiban kewajiban hukumnya dan
·         secara periodic mengkaji kepatuhannya terhadap hukum

Norma Internasional

Norma internasional memiliki prinsip bahwa perusahaan harus menghormati norma internasional yang relecan dimana norma norma ini dianggap cocok dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Norma internasional meliputi prinsip prinsip, harapan atau standar perilaku yang berdasar atau berasal dari hukum internasional yang berlaku yang diterima secara umum berdasarkan prinsip hukum internasional, atau berasal dari sumber sumber hukum internasional public seperti traktat.
Perusahaan harus :

·         Menghindari terjadinya keikutsertaan dalam proses pelanggaran norma dalam situasi dimana norma internasional tidak diindahkan atau diikuti oleh Negara
·         Tetap menghormati norma norma di Negara dimana norma internasional tidak diindahkan atau mengalami konflik dengan hukum nasional
·         Melakukan penilaian kajian hukum di Negara dimana perusahaan memiliki lebih dari satu Negara operasional produksi dimana terjadi situasi konflik yang tidak dapat dipecahkan antara hal kepatuhan hukum nasional dan sikap konsisten terhadap norma internasional,
·         Dan menggunakan perangkat perangkat yang tersedia yang berhubungan dengan pendampingan dan lembaga/perusahaan lain untuk mempengaruhi otoritas dalam hal ketaatan norma internasional

Hak asasi manusia   

Prinsip hak asasi manusia menyatakan bahwa perusahaan harus mengenali baik kepentingan dan universalitas hak hak asasi manusia
Perusahaan harus :
·         Menghormati hak hak yang tercantum pada Universail Bill of Human Rights
·         Menerima bahwa hak hak tersebut bersifat universal dan diaplikasikan di semua Negara, budaya, dan situasi
·         Mengambil langkah langkah terbaik untuk menghormati hak asasi manusia dan menghindari untuk mengambil keuntungan dalam situasi tertentu dimana hak asasi manusia tidak dilindungi, dalam situasi dimana terjadi tidak ada aturan hukum atau dimana hukum yang berlaku tidak cukup untuk melindungi hak asasi manusia atau dimana hukum tidak diterapkan , maka ambil langkah untuk mempengaruhi hukum dan peraturan serta aplikasinya untuk membuatnya konsisten dengan menghormati hak asasi manusia yang berlaku secara internasional.

GCG Tata kelola Perusahaan, Good Corporate Governance


[1] Tulisan dan berbagai ceramah Bapak Mas Achmad Daniri

KONSEP DAN PRINSIP DASAR PENGELOLAAN CSR-CID DAN KOMUNITAS

  STAKEHOLDER DAN KOMUNITAS

Keterlibatan pemangku kepentingan selalu penting untuk organisasi kinerja. Bentuk-bentuk tradisional keterlibatan, seperti keterlibatan anggota, memahami ekspektasi warga masyarakat, road show investor, dialog dan negosiasi karyawan, telah lama dilembagakan melalui kebijakan, norma dan peraturan. Ini dilakuikan sebagai ujud akuntanilitas organisasi kepada stakeholder, langkah ini memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi.

Tantangan organisasi saat ini dan untuk kebutuhan mencapai berkelanjutan pengembangan telah melibatkan stakeholder lebih baik dari pada sebelumnya, termasuk mendengarkan suara stakehoder, dan para pemangku kepentingan pun lebih akrab pada topik stakeholder anggagement. Situasi ini berlaku untuk organisasi komersial dalam memasuki pasar atau menghadapi perubahan harapan masyarakat. Selain itu, untuk memperkuat pembangunan berkelanjutan perlu pelibatan para pemangku kepentingan untuk mewujudkan tujuan organisasi, seperti tantangan lingkungan dan sosial ekonomi yang lebih luas seperti Millenium Development Goals.

Peningkatan kesadaran masyarakat akan haknya, karena didorong oleh akses informasi serta berbagai pergeseran sosial, budaya dan ekonomi menjadikan, menjadi langkah penting untuk mengembangkan mekanisme akuntabilitas yang baru.

Akuntabilitas adalah upaya memastikan hak untuk didengar bagi semua pihak yang dipengaruhi oleh atau dapat mempengaruhi kegiatan organisasi, dan mewajibkan organisasi untuk menanggapi ekspektasi mereka ini, memberikan respon organisasi yang lebih baik.


Stakeholder

Stakeholder adalah subjek yang terkait dengan sebuah isu, sehiangga selalu diakitkan dengan permasalahan yang sedang diangkat. Stakeholder adalah semua pihak yang berkepentingan dengan sebuah isu, baik sebagai pihak yang bisa mempengaruhi ataupun terpengaruh. Misalnya bilamana isu pendidikan, maka stakeholder dalam hal ini adalah pihak-pihak yang berkepentingan terhadap isu pendidikan, baik yang memberikan pengaruh ataupun ter[pengaruh oleh setiap kebijakan pendidikan, seperti guru, murid, orang tua, tokoh pendidikan, pemerintah . Stakeholder dalam hal ini dapat juga dinamakan pemangku kepentingan.

Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.

Stakeholder perusahaan
Stakeholder perusahaan adalah semua pihak yang berkentingan dalam hal ini mendapat pengaruh ataupun memberikan pengaruh pada tujuan, strategi dan aktifitas perusahaan. Mereka biasanya adalah pemegang saham, manajemen pengelola baik sebagai  team ataupun personal,  karyawan, konsumen, jaringan pasar, jartingan pemasok, media, regulator (pemerintah) asosiasi bisnis dan masyarakat yang mendapatkan dampak dari kehadiran perusahaan. 

Pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
Kategori Stakeholder

Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995) mengelompkkan stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci . Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :

Stakeholder Utama (primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.

1.Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat

2.Pihak Manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.


Stakeholder Pendukung (sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

1.lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.

2.lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.

3.Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk organisasi massa yang terkait).

4.Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah.

5.Pengusaha(Badan usaha) yang terkait.

Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
1.Pemerintah Kabupaten 2.DPR Kabupaten 3.Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.


Lingkup pengelolaan Stakeholder

Lingkup pengelolaan stakeholder pada dasarnya sangat luas, berbagai fungsi pengelolaan telah dilaukan oleh banyak bagian pada unit kerja perusahaan, seperti unit marketing mengelola hubungan dan ekspektasi konsumen, unit SDM mengelola hubungan dan ekspektasi terkait karyawan dan perusahaan, corporate secretary mengelola hubungan dengan investor, regulator, media dan lain-lainnya.
Pengelolaan hubungan tersebut dengan area yang berbeda dilakukan dengan banyak penyesuaian dalam mengenali stakeholdernya, mengenali ekspektasi stakeholder dan perusahaan serta metoda yang berbeda dalam berupaya membangun persepsi dan ekspektasi yang harmonis, dimana kesenjangan enspektasi diperkecil sampai pada level minimum.
Secara umum bagan disebelah memberikan gambaran bagaimana ekspektasi masing masing stakeholder dan beberapa pilihan cara membangun hubungan


Keterkaitan antar kelompok stakeholder

Fakta menunjukkan bahwa satu stakeholder dengan yang lainnya saling terkiat dan memberikan dampak yang saling mempengaruhi pada perusahaan. Kenyataan ini perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam mengelola stakeholder. Hubungan perusahaan dengan media tentunya sangat sering terkait dengan isu-isu konsumen, investor, komunitas dan penangan dampak lingkungan. Bahkan persepsi dan ekspektasi satu kelompok stakeholder saling mempengaruhi dengan stakeholder lainnya. Dengan demikian pengelolaan stakeholder sudah semestinya dilakukan dalam satu kesatuan strategi dan system manajemen, pembagian penanganan lebih pada pembagian tugas bukan pemisahan.

Penanganan komunitas juga harus dilihat sebagai bagian dari penanganan stakeholder secara keseluruhan. Secara garis umum manajemen pengelolaan stakeholder meliputi Identifikasi stakeholder dan isu-isu penting, Analisis dan perencanaan, mempersiapkan sistem manajemen dan kapasitas membangun hubungan, Merancang proses membangun hubungan dan Pelaksanaan, review dan pelaporan.
Dalam pelaksanaannya mengacup pada kaidah yang telah diakui secara luas, selain terdapat tuntunan yang dikembangkan berdasarkan banyak pengalaman dari berbagai organisasi sebelumnya, tuntunan tersebut juga mempermudah perusahaan dalam mengkomunikasikan rencana, proses dan tahapan serta evaluasi hasilnya



Stakeholder perusahaan dan program CID

Stakeholder merupakan pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh keputusan dan strategi perusahaan. Pendekatan yang digunakan dalam mengelola stakeholder perusahaan pada dasarnya harus berdasarkan pada New-corporate relation dimana teori tersebut menekankan kolaborasi antara perusahaan dengan seluruh stakeholder-nya sehingga perusahaan bukan hanya menempatkan dirinya sebagai bagian yang bekerja secara sendiri dalam sistem sosial masyarakat dengan pola hubungan bersifat transaksional dan jangka pendek, namun lebih menekankan kepada hubungan yang bersifat fungsional yang bertumpu pada kemitraan selain usaha untuk mencapai tujuan perusahaan serta berusaha untuk bersama-sama membangun kualitas kehidupan yang lebih baik bagi external stakholders. Dengan pola hubungan seperti di atas, arah dan tujuan perusahaan lebih kepada menciptakan manfaat bersama untuk pencapaian pembangunan yang berkelanjutan (sustainability development).

Dalam konteks inisiatif CSR focus pada aspek Community Involvement and Development (CID), untuk kepentingan praktis perlu dibedakan antara staleholder perusahaan dan staleholder inisiatif CID. Staleholder perusahan telah disinggung di atas sedangkan stakeholder inisiatif CID adalah semua pihak yang berpengaruh ataupun terpengaruh oleh inisiatif CID yang dilakukan perusahaan.

Keberhasilan program dapat dipastikan sangat terpengaruh oleh pendekatan dan langkah-langkah pengelolaan hubungan dengan pihak-pihak yang mempengaruhi keberhasilan program. Masyarakat sasaran penerima manfaat memang harus dipetakan, tetapi [ihak pihak yang mampu membuat opini, mempengaruhi persepsi masyarakat penerima manfaat, pengambl kebijakan dan lain-lainnya perlu dikenali. Siklus manajemen stakeholder dan komunitas pada dasarnya meliputi mulai dari tahapan menganali stakeholder sampai dengan mengevaluasi inisiatif dan dampaknya.


STAKEHOLDER
ENGAGEMENT
PENDEKATAN CSR UNTUK STAKEHOLDER ENGAGEMENT
Identifikasi stakeholder dan isu-isu penting
·     Kenali tanggung jawab sosial dan Identifikasi stakeholder (clause 5 ISO 26000 SR):
·     Pemetaan aktifitas perusahaan dan dampaknya pada stakholder
·     Indentifikasi ekspektasi stakeholder dan hubungan ikatan
·     Integrasikan dalam proses dan strategi bisnis
·     Identifikasi stakeholder program
Analisis dan perencanaan
·     Analisis lebih spesifik stakeholder dan penentuan stakeholder prioritas berdasarkan interaksi perusahaan dengan stakeholder
·     Analisis stakeholder engagement
·     Penyusunan strategi, program kerja, yang in-line dengan strategi bisnis
Memperkuat kapasitas membangun hubungan
·     Pastikan dampak negatif operasional perusahaan telah dituntaskan dengan pendekatan bisnis
·     Mengadopsi GCG dari aturan menjadi perilaku
·     Pemberdayaan dan pelibatan stakeholder
·     Kelembagaan dan kemandirian
Merancang proses membangun hubungan
·     Merancang program CSR berbasis shared value sehingga terdapat hubungan yang saling memberi manfaat dan saling membutuhkan dalam jangka panjang
·     Meningkatkan kapasitas stakeholder dalam implementasi shared value
Siapkan sistem manajemen
·     Sistem kerja, prosedur dan panduan
Pelaksanaan, review dan pelaporan
·     Rencanakan program dengan pelibatan stakeholder
·     Memastikan pembelajaran terjadi pada perusahaan dan stakeholder
·     Pastikan program memberikan manfaat bersama
·     Kinerja program dan standar pencapaian

INTEGRASI CSR-CID DALAM BISNIS, SEPERTI APA?

INTEGRASI CSR (Corporate Social Responsibility) Khususnya CID (Community Involvement and Development) pada perusahaan 

Karakteristik fundamental dari tanggung jawab sosial adalah integrasinya melalui semua bagian dari perusahaan dan kegiatan kegiatannya. Hal ini mencakup membuat tanggung jawab sosial ke dalam suatu bagian penting dari perusahaan, strategi, system, praktek, dan proses. Klausul ini memberikan acuan untuk bagaimana perusahaan dapat mengintegrasikannya.

Integrasi strategis

Tujuan tujuan strategis CID  dari sisi internal perusahaan perlu dirumuskan, hal ini bukan hanya sebagai pertanggung jawaban pengelola perusaan (BOD) pada pemegang saham, sekaligus penerapan CID berbasis kinerja.

Khusus untuk CID integrasi CSR bidang CID dengan perusahaan diperlihatkan dalam bagan berikut:

Sistem Manajemen Stakeholder

Menunjang visi dan misi perusahaan

CSR ataupun bagiannya seperti CID seharusnya merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan, dan protofolio CID perusahaan juga tergambar dari komitmen perusahaan yang tentunya diharapkan tertuang dalam visi dan misi, Beberapa contoh visi dan misi perusahaan yang sejalan dengan triple bottom line dapat dilihat sebagai berikut:

Menjadi perusahaan energi berbasis batubara terkemuka di Indonesia dengan pertumbuhan berkesinambungan yang dicapai melalui profesionalisme, peduli terhadap karyawan dan lingkungan.
Perusahaan bertekad menjadi perusahaan yang terkemuka, tangguh dan menciptakan nilai untuk shareholder dan stakeholder dengan fokus dibidang eksplorasi dan produksi, minyak bumi & gas.
Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia, melalui pemberian nilai tambah kepada seluruh pemangku kepentingan.

Beberapa potongan kalimat atau kata yang merepresentasikan konsep 3P: "...dengan pertumbuhan berkesinambungan"; "...dengan beretika/bermartabat"; "...peduli terhadap kepentingan stakeholder." Selanjutnya, Visi, misi dan value yang telah sejalan dengan triple bottom line tersebut harus diterjemahkan dalam strategi bisnis perusahaan yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.


CSR – CID   serta tujuan-tujuan Strategis Perusahaan

Visi, misi serta value di atas diterjemahkan dalam bentuk yang lebih nyata yang menuntun pada rencana aksi bersama seluruh elemen perusahaan yakni tujuan dan sasaran strategis,   setiap perusahaan tentunya mempunyai tjuan dan sasaran strategis berbeda, misalnya  rencana ekspansi, peingkatan kapasitas produksi, penetrasi pasar, rencana untuk IPO dan lain-lainnya.
Program CSR ataupun CID seharusnya dirancang untuk memberikan dampak pada tujuan strategis tersebut. Sangat layak tujuan strategis disupport oleh semua pihak jika tujuan strategis tersebut dalam upaya mencapai visi dan misi perusahaan yang mengandung triple bottom line. 


Dampak pada perusahaan

Pengembangan tujuan – tujuan stategis CID dapat dikembangkan dari memadukan tujuan –tujuan perubahan sosial ekonomi, perbaikan kondisi lingkungan bisnis dan pengembangan performa bisnis secara sinergis. Untuk itu perusahan perlu keluar melihat kondisi eksternaldan melihat kedalam yakni kondisi perusahan dan tujuan tujuan bisnis yang telah dirancang sebelumnya. Beberapa contoh dampak  yang bisa untuk dicantumkan (perlu disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal masing-masing perusahaan) adalah:
1.    Penurunan resiko sosial (konflik)
2.    Akses pada sumberdaya penting misal tanah dam lainnya
3.    Efektifitas manajemen rantai nilai
4.    Reputasi
5.    Akses pada SDM lokal yang berkualitas
6.    Penerimaan pasar
Tujuan tujuan tersebut perlu diterjemahkan dalam sasaran spesifik yang bisa diukur , beberapa indikator yang bisa digunakan diantaranya :
1.    Jumlah kejadian unjuk rasa masalah tenaga kerja lokal
2.   Kecepatan pembebasan lahan
3.   Keterlambatan delivery vendor local
4.   Kesesuaian servis vendor local dengan permintaan perusahaan
5.   Jumlah vendor local yang berperforma baik (efesien dan efektif)
6.   Penurunan jumlah isu-isu negative tentang perusahaan dimasyarakat


Perumusan tujuan internal di atas yang berpijak pada keadilan(win-win solution) akan menjamin bahwa program CID akan dilakukan dengan serius dan berkelanjutan oleh perusahaan, siapaun yang akan memimpin atau memiliki perusahaan dimasa datang.   
Sedangkan dari sisi eksternal tujuan inisiatif CID biasanya untuk peningkatan kesejahetraan masyarakat, tetapi beberapa tujuan lain perlu dikembangkan seperti peningkatan inisiatif masyarakat, peningkatan kolaorasi pembangunan lokal dan sebagainya, kaitan antar hubungan diperlihatkan oleh bagan contoh berikut.

Untuk merumuskan tujuan diatas, selain perlu mandat yang clear dari manajemen puncak, juga perlu konsolidasi potensi internal dalam program CID, yakni kesamaan visi dan pemahaman antara berbagai pihak internal perusahaan dalam pengembangan program. Setiap unit kerja selayaknya melihat peluang peningkatan kualitas hubungan antara masyarakat dengan perusahaan melalui program CSR dan mengoptimumkan manfaat untuk memperbaiki performance unit kerjanya, sekaligus memberikan kontribusi pada program CID.
Perumusan dampak dan tujuan strategis tersebut dimulai dengan mengenali tanggung jawab sosial perusahaan, yakni mengenali dampak positif dan negative interaksi dan kehadiranya  dengan stakeholder dan mempertimbangkan ekspektasi stakeholder dan komunitas.  Memastikan manfaat yang berimbang antara stakeholder dan masyarakat dengan perusahaan adalah jaminan keberlanjutan komitmen perusahaan dalam jangka panjang sehingga menjamin keberlanjutan program CSR dan CID perusahaan.

Bagaimana visi dan misi serta tujuan strategis perusahaan terkait dapat diilustrasikan dalam bagan berikut, sekaligus terlihat gambaran keterkaitan  aktifitas perusahaan dengan inisiatif CSR dan CID


Manfaat pada stakeholder dan komunitas

Manfaat untuk stakeholder tersebut dalam bentuk yang terukur dan mudah dipahami oleh berbagai pihak, bentuk bentuk manfaat yang mempunyai multy tafsir atau tidak memiliki parameter/indikator capaian sebaiknya dihindari seperti peningkatan kesejahteraan, peningkatan kualitas hidup  dan lain-lainnya.
Secara sederhana dampak dapat dirancang dengan merumuskan 3 hal level tujuan secara logis dan konsisten yakni tujuan, dampak dan output, ketiga level tujuan tersebut juga dilengkapi dengan parameter capaian seperti contoh dibawah ini:

Hirarki tujuan
Diskripsi
Ukuran
Cara mengukur / sumber data
Tujuan
1. Kesejahteraan
Indek IPM
Survei atau data dari BPS
Dampak
1.1 Peningkatan kesehatan



1.2 Peningkatan pendapatan



1.3 Peningkatan pendidikan


Ouput
1.1.1 Jumlah peserta program  A



1.1.2 Jumlah peserta program  B



……



……


Kegiatan
……



……


Integrasi dalam system manajemen

Dengan tujuan strategis di atas maka CSR dan CID akan menjadi  kegiatan perusahaan, dan perlu dikelola dengan baik, untuk mencapai tujuan tujuan di atas  diperlukan sebuah sistem pengelolaan yang baik yang berbasis kinerja.  Untuk itu diperlukan sebuah system manajemen agar mudah di evaluasi, diperbaiki dan dikembangkan dengan optimal yakni :

1.     Output kegiatan yakni pendifenisian output yakni target capaian dan indicator serta Standar laporan, baik laporan mingguan, bulanan maupun laporan tahunan agar mudah dikominikaskan dan dievaluasi, baik oleh pihak internal maupun eksternal

Pendefenisian output di atas akan memudahkan memberikan kepastian ekspektasi manajemen dan unit kerja internal yang mendapatkan dampak langsung dari kegiatan CSR atau CID, seperti Humas, Produksi/operasional, unit pengelola lingkungan dan lain-lainnya. Melibatkan unit kerja lain dalam menyusun standard output sangat disarankan untuk menggalang dukungan bagi inisiatif CID
Sama seperti unit kerja lainnya Unit CID menyampaikan servicesnya  pada stakeholder dan unit kerja internal perusahaan. Outpt tersebut harus terdefenisi dengan baik, agar ekspektasi perusahan, unit kerja lainnya dan stakeholder pada unit CID sama dengan yang dipahami oleh team CID, mereka haruslah dianggap sebagai konsumen yang perlu dilayani dengan standar pelayanan yang sesuai dengan ekspektasi konsumen layaknya.
Dengan demikian perlu didefenisikan apa value yang didelivery, seperti apa atribut valuenya dan bagaimana mengukurnya. Ketidak jelasan output dari team CID sering mengakibatkan menurunkan ekpsektasi dan apresiasi pihak lain, menjadikan team CID menjadi warga kelas dua didalam perusahaan, bahkan muncul anggapan team CID sebagai cost center yang tidak jelas hasilnya “kami yang mencari uang, mereka yang menghambur hamburkan”. Kejelasan output akan mempermudah perencanaan kerja dan kegiatan dan sangat berguna dalam membuat anggaran berbasis kinerja. Kejelasan kinerja akan membantu mempermudah unit CID mendapat dukungan dari unit kerja lainnya.

Pendefenisian output tim CID meliputi setiap input yang dibutuhkan unit kerja lain pada unit kerja CID dan output yang didelivery pada stakeholder, seperti penurunan resiko shutdown operasi pada unit kerja operasi, bahan komunikasi bagi unit kerja Humas, data dan laporan untuk unit kerja lingkungan dalam mendapatkan proper KLH, pembentukan persepsi positif bagi perusahaan untuk memudahkan pembebsasan lahan, peningkatan performa kinerja vendor local bagi unit manajemen rantai nilai. Pertanyaan selanjutnya, output seperti apa yang harus dihasilkan dari Unit CID.  Bentuknya seperti apa, standard penyampaiannya seperti apa, dan bagaimana mengukur kinerjanya?
Hal tersebut juga yang dinyatakan dalam persyaratan Proper oleh KLH yakni perusahaan dapat menunjukkan dokumen rencana strategis pengembangan masyarakat yang didalamnya terdapat Program bersifat jangka panjang dan dirinci dengan program tahunan yang disertai dengan indikator untuk mengukur kinerja.
kepentingan internal perlu dirumusakn bersama dengan unit lainnya oupt seperti apa yang dibutuhkan dari unit kerja CID, dalam format seperti apa, seperti apa satndar outputnya? kapan disampaikan, kepada siapa. Ketidak cerewetan internal kadang membuat unit kerja CID kurang inovatif. 
Pada pemetaan proses bisnis, jika satu unit adalah penghasil jasa dan barang bernilai tambah bagi unit lainnya maka yang harus dikenali dengan baik adalah:
·      Pendefenisian output unit kerja CID (bentuk layanan pada unit lain, waktu layanan, standard dokumen layanan) yang mampu dihasilkan menuju pemenuhan value proposition kliennya dalam hal ini  stakeholder internal dan komunitas.
·      Kejelasan permintaan dan pemahaman masing masing unit kerja terhadap unit lain sebagai pasarnya akan sangat menentukan kualitas proses bisnis secara keseluruhan.
Untuk mendapatkan proper emas  yang harus dihasilkan unit kerja CID adalah :
·      Laporan hasil pemetaan sosial dan ekonomi
·      Laporan Assessement kebutuhan sosial masyarakat dalam konteks jangkan panjang lebih pada rencana strategi transformasi sosial ekonomi berbasis sumber daya local
·      Laporan indek kepuasan masyarakat
·      Laporan analisis stakeholder
·      Laporan kemajuan program kerja
·      Analisis dan laporan perubahan tingkat resiko sosial
Sedangkan dampak yang diharapkan adalah
·      Penurunan resiko sosial
·      Peningkatan efektifitas manajemen rantai nilai khusus terkait vendor lokal
·      Peningkatan indek persepsi stakeholder
Output laninnya tentu akan ditambah atau dikurangi sesuai dengan karakteristik perusahaan masing masing. Perlu kondisi umu di aras dipertajam dengan pertanyaan berikut:
a)   Apa output dari unit kerja CID saat ini ?
b)   Apakah ada standard permintaan output CID oleh unit lain seperti unit Humas, unit produksi, unit penangan lingkungan dan lain-lainnya? Dalam bentuk apa?
c)    Bagaimana proses pendefenisian output CID?
d)   Menurut tim CID  apakah pihak yang menerima output-nya puas?
e)   Apakah sering terjadi perubahan permintaan output? Bagaimana prosedur perubahannya?
f)    Apakah staff anda memahami dengan baik output yang diharapkan dari unit kerja CID? apakah output tersebut cocok dengan sistem penilaian kinerja?
g)   Apakah pengaruh dan hubungan output unit kerja CID dengan tujuan pemenuhan kebutuhan perusahaan secara keseluruhan? kebutuhan pasar? kinerja keuangan? dan lainnya?
h)   Apakah resiko terkait dengan kondisi sosial ekonomi, budaya lokal, situasi politik, penerapan hukum dan kondisi hubungan dengan stakeholder eksternal yang mempengaruhi output di atas? (dokumen dari risk manajemen)
i)     Apakah resiko terkait dengan aspek teknis dan aspek internal lainnya yang mempengaruhi output di atas? (dokumen dari risk manajemen)

2.       Proses kerja  yakni meliputi siklus pengelolaan kegiatan,  pada organisasi CID menggambarkan kematangan organisasi dimana
·      Proses didokumentasikan, dikenali, dipahami, dan dijelaskan dalam standar dan prosedur serta didukung oleh alat dan metode.
·      Proses dikendalikan menggunakan pengukuran yang tepat, Sub proses kunci dikendalikan dengan menggunakan statistik dan teknik kuantitatif lainnya, Rencana pengendalian digunakan. Sebab-sebab khusus dan penyimpangan diidentifikasi, dievaluasi, dan dikelola risikonya
·      Secara terus-menerus meningkatkan kinerja proses melalui perbaikan teknologi dan inovasi. Tujuan perbaikan proses ditetapkan, secara terus menerus direvisi yang mencerminkan perubahan tujuan bisnisdan memperbaikan proses organisasi
Dengan demikian, perbaikan proses dari sejak awal didefiniskan dalam konteks memperbaiki output setiap proses, dimana standard output telah didefinisikan lebih dahulu.
Siklus kegiatan tersebut adalah :
a)      Assessement dan analisisis, perusahaan harus memiliki metoda assessment dan analisis yang memadai untuk bisa menghasilkan output yang diinginkan, khusus CID, assessement yang dibutuhkan minimal adalah seperti yang diminta dalam persyaratan KLH untuk proper yakni :
·         Pegenalan dampak sosial ekonomi dan lingkungan dari akititas perusaahaan
·         Identifikasi ekspektasi stakeholder
·         Pemetaan sosial ekonomi target sasaran
·         Identifikasi peluang dan masalah
b)      Perencanaan, perencanaan dalam inisiatif CID terdiri dari 2 (dua) level yakni:
·         Perencanaan diinternal yang meliputi lingkup kegiatan untuk mendapatkan tujuan strategis di atas. Perlu dipastikan bahwa peencanaan partisipatif dilakukan setelah diinternal dimiliki rencana kerja sebagai dasar officer perusahaan membuat rencana dengan komunitas, hal ini sangat penting agar rencana bersama stakeholder sejalan dengan tujuan strategis perusahaan.
·         Perencanaan eksternal : Memobilisasi sumberdaya local untuk transformasi sosial ekonomi melalui perencanaan partisipatif yang melibatkan komunitas dan stakeholder, perencanaan dengan stakeholder meliputi assessment bersama siyuasi masyarakat, perumusan tujuan dan rencana aksi bersama. Perencanaan dengan komunitas sebaiknya menghindari simplifikasi  proses yang mengakibatkan perencanaan hanya mengarah pada pembuatan daftar kebutuhan masyarakat, bukan upaya untuk membangkitkan inisiatif dan kemandirian. 
c)       Implementasi dan membangun kapasitas, yakni membangun kapasitas
·         Internal yakni kemamuan officer menjadi fasilitator untuk mengelola manajemen program dan membangkitkan inisiatif masyarakat, kemapuan dalam mengelola konflik dan lain-lainnya
·         Membangun komunikasi dengan stakeholder
·         Membuat laporan harian dan mingguan
·         Menjalankan system peringatan dini gejolak sosial
·         Kemampuan masyarakat dalam membuat inisiatif dan melaksanakan inisiatif mereka bersama dengan perusahaan
d)      Monitoring, veluasi dan perbaikan, bagian akhir dari siklus manajemen ini harus dilakukan dalam konteks internal dan ekternal, dalam pelaksanaan program perlu dilibatkan masyarakatt untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan bersama-sama, karena perencanaan dilakukan bersama maka tidak ada yang perlu disalahkan jika terjadi peyimpangan
3.       Input, untuk mendapatkan output , selain proses di atas diperlukan input bagi terlaksanakan kegiatan dengan baik diantaranya :
a)      SDM yang memadai yakni officer yang memiliki kualifikasi dalam ketrampilan manajemen serta mampu sebagai fasilitator, katalisator, inisiator dan negosiator dalam masyatakat 
b)      SOP dan petunjuk teknis,sangat dibutuhkan agar kegiatan berjalan dengan baik
c)       Dukungan kebijakan baik dalam penetapan anggaran maupun organisasi kerja
d)      Fasilitas kerja
Budaya CSR dan CID
Bagaimana proses bisnis dilakukan juga dipengaruhi oleh budaya perusahaan, yakni nilai-nilai yang dianut perusahaan dan perilaku berinteraksi antar personal dalam organisasi. Inti dari perbaikan proses bisnis tentunya inovasi proses yang dilakukan terus menerus. Untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, baik untuk staleholder dan perusahaan  maka pengelolaan program harus dilakukan dengan memenuhi prinsip  tatakelola yang baik, transparans, akuntabilitas, responsible, jujur dan fair. Prinsip prinsip ini seharusnya menjadi budaya secara keseluruhan pada perusahaan, tapi khusus CID dimana sangat diperlukan kolaborasi dan dukungan dari masyarakat sebagai titik kritis penentu keberhasilan, maka tiada pelaksanan dengan tatakelola yang baik sangat diperlukan.
Tatakelola yang baik tersebut ditaungkan dalam kebijakan dan aturan yang dibuat perusahaan dalam melakukan CID atau CSR secara umum.
·      Implementasi nilai-nilai perusahaan yang ber GCG,
·      Keterkaitan KPI berbagai level dengan output unit kerja
·      Budaya inovasi (kompetisi di internal perusahaan, Sistem Insentif, Sistem promosi, Kondisi kompetisi antar unit, Kondisi kompetisi antar staf, pengelolaan talenta, dan budaya belajar serta pengelolaan ide-ide inovatif)
·      Kebanggaan dan kepuasan karyawan
Yang perlu dipertajam
a.    Implementasi GCG?
b.   Bagaimana penilaian kinerja? sistem insentif dan sistem promosi?
c.    Kepuasan karyawan? Ekpsektasi karyawan?
d.   Bagaimana proses dan pengelolaan gagasan inovatif?
e.   Bagaimana proses pembelajaran dan transfer pengetahuan dari staff senior kepada yang lebih junior?
f.     Apakah budaya perusahaan yang telah dirumuskan telah konsisten dengan implementasinya?
g.    Apakah ada budaya perusahaan sebagai pendatang yang mempengaruhi secara positif dan negatif terhadap budaya lokal?
h.   Adakah potensi budaya kerja yang berpotensi ditularkan pada ensternal perusahaan terutama masyarakat sekitar
Organisasi 
Faktor lainnya adalah kesesuaian organisasi
·      Struktur organisasi (Kelengkapan unit kerja) dan pembagian gugus tugas
·      Pola hubungan antara unit kerja CID dengan unit kerja lainnya
·      Koordinasi antar unit kerja
·      Kerja sama dalam peningkatan output bersama
·      Kapasitas unit support dan task forces
Pertanyaan yang perlu dikembangakn untuk mempertajam kesesuaian organisasi
a)   Apa Isu-isu yang bisa diputuskan oleh Unit kerja CID ? bagaimana prosedur pengambilan keputusan? bagaimana pengontrolan terhadap keputusan tentang isu-isu tersebut?
a)   Apakah ada pekerjaan dalam unit kerja anda yang tumpang tindih dengan unit kerja lain (Kesamaaan jenis, kesamaan objek, kesamaan keahlian dan lain lainnya).
b)   Kegiatan apa saja yang telah, akan dan berpotensi dilakukan dengan berbagi sumberdaya (orang, anggaran, peralatan, pengetahuan dan teknologi) dengan unit kerja lainnya
c)    Pekerjaan apa yang sering membutuhkan koordinasi, keputusan dan dukungan dari unit kerja lainnya?
d)   Bagaimana bentuk koordinasi antar unit kerja untuk meningkatkan output bersama
e)   Menurut anda pekerjaan apa saja yang perlu pembentukan task force ?
f)    Apakah setiap keputusan unit kerja anda mempertimbangkan dampak pada aspek eksternal (sosial, ekonomi, regulasi, hukum dan lingkungan hidup)? Jika sudah, aspek apa saja yang menjadi pertimbangan? Bagaimana keputusan tersebut dikomunikasikan dengan unit lainnya seperti unit CID?
Pengembangan system manajemen CID merupakan upaya membangun proses bisnis secara keseluruhan. Sitem tersebut akan meningkatkan kinerja keselarasan strategi vertikal di mana tujuan strategis dan indikator kinerja di tingkat perusahaan yang proporsional mengalir ke unit CID  dan organisasi yang relevan, unit kerja CID sampai level personal memiliki tujuan yang selaras dengan tujuan bisnis.  Dan terjadi juga penyelarasan horizontal didapat dengan penyelarsan tujuan unit kerja CID dengan departemen lain secara proporsional mengakomodasi kebutuhan strategis dari beberapa departemen lainnya dan yang pada akhirnya menjadi tujuan strategis perusahaan.




[1] ISO 26000 SR 2010